Ini ceritaku hampir 14 tahun lalu. Bukan
menyombongkan diri. Dulu, selepas menjadi Sarjana Teknik dari sebuah
salah satu Universitas Terkemuka di Indonesia, aku tak malu berusaha.
Menjadi Pengusaha kecil-kecilan, tapi... agak lumayanlah, jual beli hasil bumi antar
propinsi, Lampung-Sumatera Utara.
Profesi yang aku jalani sejak Oktober 1997 sampai Agustus 1998 itu, berhasil meningkatkan kocek anak muda seusiaku pada wakti itu. Tabunganku 30 Juta Rupiah.
Tiba-tiba sebuah amplop putih berlogo aneh aku terima di akhir Agustus. Aku buka amplop itu, dan kubaca.
“....memberi mandat kepada Saudara yang nama-namanya tersebut di bawah ini membentuk Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang di Kabupaten Deli serdang Sumatera Utara..,”kira-kira begitu isi pesan dalam surat yang terdiri atas 2 lembar dan ditandatangani oleh H. MS. Kaban, SE., M.Si sebagai Sekretaris Jenderal dan H. Hartono Mardjono, SH., sebagai Wakil Ketua Umum.
Aku tak sempat berpikir lama. Aku jumpai Bapakku. Kuceritakan apa yang baru saja aku terima itu.
“Sudah kau pikir matang-matang?”tanya Bapakku.
“Aku masih ragu, Pak!”jawabku.
“Siapa pimpinannya?”tanya Bapakku lagi.
“Sekjennya, Bang Kaban,”jawabku. Aku sengaja sebutkan nama yang sangat dikenal Bapakku itu.
“Ooo, Si Kaban,”ucap Bapakku sambil mengangguk-angguk.
“Kalau Ketuanya, siapa?”tiba-tiba Bapakku bertanya serius sambil sedikit menyekungkan matanya ke arahku. Bapakku sunggung-sungguh serius.
Aku mulai ragu menyebut nama itu. Aku khawatir Bapakku tak akan setuju.
“Namanya, Yusril Pak,”jawabku. Aku sengaja memenggal nama Yusril yang memang jelas Islamnya dan menyembunyikan dua kata lagi, Ihza apalagi Mahendra.
“Yusril? Yusril apa?”tanya Bapakku lagi.
Aku tambah ragu.
“Yusril Ihza Mahendra, Pak,”akhirnya aku sebutkan lengkap juga namanya. Lututku lemas, jantungku berdebar, menunggu apa reaksi Bapakku.
“Haa, Dia! Siapa tadi kau bilang?”tanya Bapakku lagi.
Aku semakin ketakutan dan hilang harapan.
“Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Pak,”terangku sambil menundukkan kepalaku.
“Subhanallah! Kalau itu, pilihanmu sudah betul!”tiba-tiba ucapan Bapakku itu terasa seperti petir di siang bolong bagiku.
Aku tak percaya, Bapakku yang sangat rigid dalam pilihan, seolah tersihir dengan nama yang baru saja aku sebutkan.
“Memang Bapak kenal sama Prof. Yusril?”tanyaku penasaran.
“Nggak. Nggak perlu kenal. Yang sering muncul di tipi pagi-pagi itu, kan?”tanya Bapakku lagi.
“Iya, Pak. Yang sering kasih kuliah subuh di tipi itu,”terangku mulai bersemangat.
“Bar, kalau betul itu orang yang kau sebut, sama dengan apa yang Bapak pikirkan. Bantu dia Nak! Itu orang pintar, dan rasa-rasanya baek. Di tambah Abangmu Si Kaban itu, pas kali pasangan mereka berdua. Orang Pintar Kali itu bersama-sama dengan Orang Baek Kali itu. Bantu mereka, Mang!”tiba-tiba Bapakku memanggilku dengan sebutan “Mang”, sebutan bagi anak laki-laki yang disayang dalam bahasa Batak Fakfak, Bahasa Ibuku, bahasa yang kami pakai sehari-hari di rumah.
“Begii, Pa!”tanyaku dalam bahasa Fakfak pula, serius sambil melotot.
“Uwe! Bantu mereka membesarkan partai... partai apa tadi kau bilang, Mang?”tanya Bapakku.
“Parta Bulan Bintang, Pak!”jawabku mantap.
“Haa itu! Partai Bulan Bintang itu,”tegas Bapakku.
Aku peluk Bapakku. Tanpa sadar tetasan air mata keluar dari sudut kedua mataku.
“Terima kasih, dan mohon doakan agar aku bisa mendampingi dan berguru kepada mereka berdua, Pak. Orang Pandai kali dan Orang Baek kali kata Bapak itu!”pintaku pada Bapakku.
Bapakku hanya mengangguk-angguk dan menepuk pundakku.
“Jadi cemana usahamu ini?”tanya Bapakku.
“Aku berhenti, Pak!”jawabku tegas.
“Mantap kau?”tanya Bapakku lagi.
“Insyaallah, Pak!”jawabku singkat.
“Kalau begitu, Bismillah-kan, Mang!”tandas Bapakku.
Itu ceritaku hampir 14 tahun lalu. Dan sejal Oktober 1998, aku resmi menjadi Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Karirku di partai tergolong bagus. Pada waktu Muktamar tahun 2000 di Asrama Haji Pondok Gede, namaku tercantum terakhir pada SK Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang, sebagai Anggota Departemen Humas. Selanjutnya dalam proses perubahan kepengurusan, jabatanku naik lagi menjadi Sekretaris Departemen Pemenangan Pemilu. Bahkan pada Muktamar II di Asrama Haji Sukolilo di Surabaya, aku dilibatkan dalam jajaran pimpinan pusat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP. Jabatan ini aku pegang sampai Muktamar III di Kota Medan tahun 2010. Dan, pacsa Muktamar III ini, alhamdulillah, Tim Formatur tidak memasukkan namaku dalam daftar kepengurusan partai yang dipimpin oleh H. MS. Kaban, SE., M.Si.
Aku berucap, alhamdulillah. Mungkin ini jalan yang harus aku tempuh. Dan benar, beberapa tahun setelah Muktamar itu, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc., nama yang bisa memengaruhi sikap Bapakku itu, memintaku membantunya di kantor hukumnya, Ihza & Ihza Law Firm, sebagai Staf Humas. Dan posisi ini pun membuatku benar-benar bisa belajar banyak dari orang yang pernah disebut oleh Bapakku di kampung, dulu, hampir 14 tahun lalu.
Sebagai hadiah, aku persembahkan 2 foto lawas yang aku lupa kapan aku memotretnya. Tapi, sekitar awal tahun 2000-an. Ya, foto sepuluh tahun lalu, di mana Orang-Orang Besar di Partai ini masih sangat akur dan dekat satu sama lain. Sekarang, aku tak tahu. Anda lebih pandai menakarnya.Lihat Selengkapnya
Profesi yang aku jalani sejak Oktober 1997 sampai Agustus 1998 itu, berhasil meningkatkan kocek anak muda seusiaku pada wakti itu. Tabunganku 30 Juta Rupiah.
Tiba-tiba sebuah amplop putih berlogo aneh aku terima di akhir Agustus. Aku buka amplop itu, dan kubaca.
“....memberi mandat kepada Saudara yang nama-namanya tersebut di bawah ini membentuk Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang di Kabupaten Deli serdang Sumatera Utara..,”kira-kira begitu isi pesan dalam surat yang terdiri atas 2 lembar dan ditandatangani oleh H. MS. Kaban, SE., M.Si sebagai Sekretaris Jenderal dan H. Hartono Mardjono, SH., sebagai Wakil Ketua Umum.
Aku tak sempat berpikir lama. Aku jumpai Bapakku. Kuceritakan apa yang baru saja aku terima itu.
“Sudah kau pikir matang-matang?”tanya Bapakku.
“Aku masih ragu, Pak!”jawabku.
“Siapa pimpinannya?”tanya Bapakku lagi.
“Sekjennya, Bang Kaban,”jawabku. Aku sengaja sebutkan nama yang sangat dikenal Bapakku itu.
“Ooo, Si Kaban,”ucap Bapakku sambil mengangguk-angguk.
“Kalau Ketuanya, siapa?”tiba-tiba Bapakku bertanya serius sambil sedikit menyekungkan matanya ke arahku. Bapakku sunggung-sungguh serius.
Aku mulai ragu menyebut nama itu. Aku khawatir Bapakku tak akan setuju.
“Namanya, Yusril Pak,”jawabku. Aku sengaja memenggal nama Yusril yang memang jelas Islamnya dan menyembunyikan dua kata lagi, Ihza apalagi Mahendra.
“Yusril? Yusril apa?”tanya Bapakku lagi.
Aku tambah ragu.
“Yusril Ihza Mahendra, Pak,”akhirnya aku sebutkan lengkap juga namanya. Lututku lemas, jantungku berdebar, menunggu apa reaksi Bapakku.
“Haa, Dia! Siapa tadi kau bilang?”tanya Bapakku lagi.
Aku semakin ketakutan dan hilang harapan.
“Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Pak,”terangku sambil menundukkan kepalaku.
“Subhanallah! Kalau itu, pilihanmu sudah betul!”tiba-tiba ucapan Bapakku itu terasa seperti petir di siang bolong bagiku.
Aku tak percaya, Bapakku yang sangat rigid dalam pilihan, seolah tersihir dengan nama yang baru saja aku sebutkan.
“Memang Bapak kenal sama Prof. Yusril?”tanyaku penasaran.
“Nggak. Nggak perlu kenal. Yang sering muncul di tipi pagi-pagi itu, kan?”tanya Bapakku lagi.
“Iya, Pak. Yang sering kasih kuliah subuh di tipi itu,”terangku mulai bersemangat.
“Bar, kalau betul itu orang yang kau sebut, sama dengan apa yang Bapak pikirkan. Bantu dia Nak! Itu orang pintar, dan rasa-rasanya baek. Di tambah Abangmu Si Kaban itu, pas kali pasangan mereka berdua. Orang Pintar Kali itu bersama-sama dengan Orang Baek Kali itu. Bantu mereka, Mang!”tiba-tiba Bapakku memanggilku dengan sebutan “Mang”, sebutan bagi anak laki-laki yang disayang dalam bahasa Batak Fakfak, Bahasa Ibuku, bahasa yang kami pakai sehari-hari di rumah.
“Begii, Pa!”tanyaku dalam bahasa Fakfak pula, serius sambil melotot.
“Uwe! Bantu mereka membesarkan partai... partai apa tadi kau bilang, Mang?”tanya Bapakku.
“Parta Bulan Bintang, Pak!”jawabku mantap.
“Haa itu! Partai Bulan Bintang itu,”tegas Bapakku.
Aku peluk Bapakku. Tanpa sadar tetasan air mata keluar dari sudut kedua mataku.
“Terima kasih, dan mohon doakan agar aku bisa mendampingi dan berguru kepada mereka berdua, Pak. Orang Pandai kali dan Orang Baek kali kata Bapak itu!”pintaku pada Bapakku.
Bapakku hanya mengangguk-angguk dan menepuk pundakku.
“Jadi cemana usahamu ini?”tanya Bapakku.
“Aku berhenti, Pak!”jawabku tegas.
“Mantap kau?”tanya Bapakku lagi.
“Insyaallah, Pak!”jawabku singkat.
“Kalau begitu, Bismillah-kan, Mang!”tandas Bapakku.
Itu ceritaku hampir 14 tahun lalu. Dan sejal Oktober 1998, aku resmi menjadi Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Karirku di partai tergolong bagus. Pada waktu Muktamar tahun 2000 di Asrama Haji Pondok Gede, namaku tercantum terakhir pada SK Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang, sebagai Anggota Departemen Humas. Selanjutnya dalam proses perubahan kepengurusan, jabatanku naik lagi menjadi Sekretaris Departemen Pemenangan Pemilu. Bahkan pada Muktamar II di Asrama Haji Sukolilo di Surabaya, aku dilibatkan dalam jajaran pimpinan pusat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP. Jabatan ini aku pegang sampai Muktamar III di Kota Medan tahun 2010. Dan, pacsa Muktamar III ini, alhamdulillah, Tim Formatur tidak memasukkan namaku dalam daftar kepengurusan partai yang dipimpin oleh H. MS. Kaban, SE., M.Si.
Aku berucap, alhamdulillah. Mungkin ini jalan yang harus aku tempuh. Dan benar, beberapa tahun setelah Muktamar itu, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc., nama yang bisa memengaruhi sikap Bapakku itu, memintaku membantunya di kantor hukumnya, Ihza & Ihza Law Firm, sebagai Staf Humas. Dan posisi ini pun membuatku benar-benar bisa belajar banyak dari orang yang pernah disebut oleh Bapakku di kampung, dulu, hampir 14 tahun lalu.
Sebagai hadiah, aku persembahkan 2 foto lawas yang aku lupa kapan aku memotretnya. Tapi, sekitar awal tahun 2000-an. Ya, foto sepuluh tahun lalu, di mana Orang-Orang Besar di Partai ini masih sangat akur dan dekat satu sama lain. Sekarang, aku tak tahu. Anda lebih pandai menakarnya.Lihat Selengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar