Saat menusia berada dalam tingkat kesesatan yang sangat jauh, maka ketika itu pula Nabi Ibrahim diutus oleh Allah Rabbul Alamin.
Tugas utama beliau adalah mengajak kaum beliau menegakkan amar ma'ruf
nahi munkar. Beliau mengajak kaum di mana beliau diutus untuk
meng-Esa-kan Allah Rabbul Alamin. Tetapi, kaumnya menolak ajakan yang
beliau sampaikan dengan sikap yang sangat keras.
Bahkan mereka melemparkan Nabi Ibrahim as ke dalam api unggun, ingin
membinasakan Nabi Ibrahim as. Setelah kenabian Nabi Ibrahim as berakhir,
makin lama umat, kala itu semakin menyimpang dari jalan yang lurus.
Mereka kembali mengagungkan dan menyembah patung-patung, serta mereka
lebih condong kepada kehidupan duniawi dan segala sesuatu yagn bersifat
materi.
Ketika manusia sedang berada dalam puncak kesesatan yagn jauh, maka
di saat itulah Allah Rabbul Alamin mengutus Nabi Musa as, di negeri
Mesir. Saat itu jiwa penduduk Mesir telah membatu, bahkan perasaan
mereka terkesan keras dari batu. Nabi Musa as berusaha mengajak mereka
ke jalan yang lurus. Nabi Musa as menegakkan tugas suci seorang Rasul,
amar ma'ruf nahi munkar. Beliau dan Nabi Harus as - saudara beliau -
mengajak kaum beliau ke jalan yang lurus dengan susah payah dan penuh
dengan tantangan serta penderitaan. Kedua utusan Allah Rabbul Alamin
itu, terus bersabar saat menyampaikan risalah kenabian yang mereka
emban.
Tugas amar ma'ruf nahi munkar bukanlah perkara yagn mudah.Sehingga
tidak sedikit para Nabi dan Rasul yang terbunuh, ketika mengajak kaum
yang beliaul-beliau seru. Bhkan, tubuh dari Nabi Zakaria as diancam akan
dibelah menjadi dua menggunakan gergaji besi, karena menanggung risalah
yagn mesti beliau sampaikan. Demikian pula halnya dengan Nabi Yahya dan
Nabi Isa as, kedua jiwa beliau itu terancam dibunuh ketika mengajak
kaum-kaum beliau menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.
Meskipun demikian, tantangan dan intimidasi yang dihadapi Muhammad
Shallahu alaihi wassalam dari kaum beliau lebih berat daripada tantangan
maupun intimidasi yang diterima oleh para Rasul sebelum beliau.
Sehingga beliau shallahu alaihi wassalam, pernah bersabda kepad Aisyah
ra.
"Aku telah mendapatkan tantangan dan intimidasi dari keaummu dengan sangat keras". (HR : Buhkhari).
Sikap kecewa akibat intimidasi dan permusuhan yang mesti dihadapi
oleh para Nabi dan Rasul itu juga harus dihadapi oleh para da'i yang
mengajak umat masing-masing ke jalan Allah Rabbul Alamin. Sehingga ada
seorang da'i yang sempat bertutur, mengungkapkan isis hatinya atas
berbagai derita yang dialaminya :
"Selama delapan puluh tahun lebih dai usiaku, belum pernah aku
merasakan manisnya dunia sedikitpun. Sebab, aku senantiasa menghabiskan
usiaku di berbagai medan peperangan dan penjara tawanan, baik di dalam
maupun di luar negeri. Tidak satu penderitaan pun berupa siksaan yagn
belum pernah aku alami.
Bahka aku pernah diperlakukan sebagai penjahat perang di dinas
ketentaraan di dalam negeriku sendiri. Aku juga pernah dibubang di
berbagai negara sebagai penjahat perang, dan aku pernah dilarang bergaul
dengan orang lain (diasingkan) selama berbulan-bulan di dalam penjara
khusus di negeriku sendiri.
Aku pernah diracun berulangkali, dan dihinakan dengan berbagai
hinaan yang sangat keji. Sampai-sampai muncul suatu waktu aku lebih
banyak berharap kematian daripada hidup yang terus-menerus tersiksa.
Andaikata agamaku tidak melarangku melakukan bunuh diri, pasti
aku sudah membunuh diriku sendiri. Sebab, kematian bagiku pada waktu
itu, lebih aku sukai daripada kehidupan yagn penuh dengan siksaan dan
penderitaan".
Ungkapan yang tergambar jelas begitu sangat luar biasa diatas tidak
lain hanyalah suatu bentuk keluhan dan kekecewaan perasaan yang keluar
dari seorang yang qalbunya terkoyak-koyak disebabkan oleh adanya siksaan
dari masyarakat di sekililingnya ketika ia mengajak mereka untuk
menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar.
Betapa beratnya tugas dakwah yang dijalankan para Nabi dan Rasul,
sejak Nabi Adam as sampai kepada Rasulullah shallahu alaihi wassalam.
Tugas menegakkan dakwah, dan amar ma'ruf nahi munkar sangat berat, dan
memerlukan jiwa-jiwa yang sangat ikhlas dan sabar. Sanggung menanggung
beban yang amat berat.
Perlu diketahui bahwa siapa saja yang merelakan dirinya untuk
mengemban tugas suci ini, hendaknya ia senantiasa menjaga diri untuk
tetap bersikap istiqomah (konsisten). Sebab tuga suci ini
memerlukan pribadi-pribadi yang teguh dan istiomah dalam menjalankan
tugasnya. Bukan orang-orang yang mencari kehidupan dunia. Menukar ayat
dengan kehidupan dunia, yang sangat sedikit itu.
Dengan kata lain, setiap mukmin sebenarnya mendapatkan tugas untuk
memenuhi kewajiban yagn utama ini, menegakkan amar ma'ruf nahi munkar,
agar keimanan didasar sanubari masing-masing senantiasa terpelihara.
Karena, kaitan amalan dimaksud dengna keimanan seorang hamba sangatlah
erat. Oleh karena itu, eksistensi setiap individu atau pun kelompok
tidak akan pernah kekal, kecuali jika ia bersedia menegakkan amar ma'ruf
nahi munkar.
Sesungguhnya rahasia keberadaan seorang mukmin dan syarat kekalnya ia
sebagai seorang mukmin adalah menjalankan perintah untuk menyuruh yang
baik dan mencegah yang bernilai munkar. Seorang mukmin tidak boleh diam
saja, apabila melihat suatu bentuk kemunkaran terjadi. Seorang mukmin
tidak seharusnya menilai kehidupan lebih mulai dari pada kematian.
Setiap mukmin harus menegakkan amar ma'ruf nahi munkar seperti yang
pernah dilakukan oleh para sahabat, dan mereka menganggap tugas amar
ma'ruf nahi munkar menjadi tugas yang sangat mulia. Sebab itulah setiap
sahabat tidak pernah dalam hidup mereka berhenti sesaat pun untuk
menengakkan amar ma'ruf nahi munkar.
Setiap mukmin hendaknya selalu menyandarkan dirinya kepada Allah
Ta'ala dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, serta memohon
perlindungan kepada Allah Azza Wa Jalla, saat menegakkan amar ma'ruf
nahi munkardi tengah-tengah umat.
Hendaknya setiap mukmin senantiasa mengorbankan segala apa yang
menjadi milikinya untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Sebab,
amalan ini membentuk kehidupan tersendiri bagi kualitas diri seorang
mukmin. Setiap mukmin yang menjadikan iman dan dakwah sebagai sumber
amalan di dalam hidupnya, maka ia termasuk seorang yang menjaga lima
perkara berikut ini, yaitu : "Agama, fungsi akal, keturunan, harta dan jiwanya".
Di zaman ini, untaian kata para da'i, tak ada lagi "atsarnya"
(bekasnya), ibaratnya seperti membuang garam di tengah laut. Mereka,
para da'i nampak di telivisi, di tengah umat, di majelis taklim, dan
diberbagi forum, seperti tak ada bekasnya. Sia-sia. Seperti suara di
tengah padang pasir.
Karena, para penyeru agama itu (da'i), sudah memiliki motive, dan
kepentingan duniawi. Mereka bukan orang-orang yang ikhlas, tetapi para
pengejar dunia, dan menjadikan dunia tambatan kehidupan mereka, dan
hanya menggunakan agama sebagai kuda "tunggangan" mereka untuk mendapatkan dunia.
Tak heran umat semakin jauh dari hidayah agama (Islam). Sementara
itu, kesesatan, kedurhakaan, kemaksiatan, serta berbagai ragam dosa
terus bertambah. Karena da'inya, bukan orang-orang yang ingin
benar-benar menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar