Pergeseran nilai ideologis religius telah
menampakan jati diri bangsa sebagai bangsa terkorup didunia, sebagai bangsa
yang hanya mampu menjual harga diri demi kebutuhan instan, implikasinya negeri
tercinta ini terbelenggu rentenir dunia yang menghisap darah rakyat.
Dalam kondisi saat ini, kita hanya mampu melihat tanpa, bahwa setiap perjalanan waktu Allah Swt telah mengingatkan kita,
dalam berbagai peristiwa,
Tampa disadari bahwa kita bangsa besar
yang mempunyai peradaban moral tinggi, bangsa yang dihuni oleh mayoritas muslim
terbesar di daratan muka bumi ini, tapi kita sebagai bangsa yang hanya mampu
melihat tanpa merasa bahwa Negeri tercinta ini telah lama terhempas badai arus
kolonialisme dan kapitalisme yang mampu menggoncangkan tatanan kemanusiaan,
arus deras ideologis yang menghancurkan tatanan religi yang di anut oleh
mayoritas bangsa ini. Kini Pola penjajahan lama yang pernah menimpa bangsa ini
sebenarnya masih kita rasakan dalam polesan yang lain.
Kita telah lupa tentang sejauhmana
eksistensi kita sebagai Ummatan wahiddah, bangsa yang telah terbawa arus
gelombang sekulerisme, kapitalisme dan liberalisme yang telah mnghancurkan
harga diri dan martabat bangsa dalam posisi rendah. Kita telah terbuai nafsu
angkara murka yang membawa kenikmatan sesaat, dan membawa kehancuran yang
berkepanjangan,
Malapetaka, bencana, musibah dan wabah
yang setiap waktu kita jumpai di sudut-sudut negeri ini, belum mampu
menyadarkan sebagain besar bangsa bermayoritas muslim, untuk kembali pada jalan
RabbNya, meletakan dasar Kalimatillah sebagai tatanan hidup berbangsa dan
bernegara
Kita tak berdaya terhadap elusan penguasa
tuk meletakan tatanan dasar hidup diatas kemusyrikan, diatas kepentingan hawa
nafsu, dan kita hanya mampu membaca tanpa realita, kini, Eksistensi Ummatan
Wahiddah hanya mampu ditempatkan di atas lemari sebagai bahan bacaan dan
penghias topeng-topeng kedzaliman hidup.
Jika kita memperhatikan berbagai macam pertandingan, selalu ada yang disebut wasit. Sering orang tidak sadar, bahwa kata “wasit” itu berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata “wasatha-yasithu-wasathan“, yang artinya adalah orang yang ada di tengah-tengah. Wasit ini tidak memihak, tetapi ia memberikan keputusan secara adil.
BalasHapusMengapa kita menjadi Ummatan Wasathan? Mengenai hal ini, di dalam Alquran disebutkan:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S. Al-Baqarah: 143)
ya itulah yg terjadi dimana sistem kapitalis, sekularisme dan libelarisme adalah hakekatnya perlawanan terhadap rasul-rasul Allah dg metamorposis nama dan bentuk. kapitalis adalah orang yg berprinsif menguasai seluruh kekayaan demi dirinya dan kelompoknya dg berbagai cara dan tujuaanya melindas, menguasai dan merampas kekayaan yg bersifat materi.Kaum sekular mengadobsi semua yg dianggap baik dan menolak yg dianggap tidak baik oleh akalnya dlm segala aspek kehidupaan. Kaum liberal selalu mengutamakan pemikiranya dg mengatasnamakan kebebasan berfikir dan berbuat. Padahal kl kita kaji darimana kita , siapa kita, sedang dimana dan akan kemana, barang kali akan sadar kembali terhadap tugas dan kewajiban sebagaimana telah diperintahkan. Yang lebih celaka mengaku muslim, tapi prinsif kapitalisme, sekularisme dan liberarisme menjadi teman hidup dan menjadi kebenaran, itu sangat sulit...Dalam praktek berpolitik pada hakekatnya tidak ada perintah secara leterlek mendirikan paratai Islam, namun bagaimana menghalau orang-orang yg berideologi sekularisme"menerima sebagian dan menolak sebagian" kebenaran al- haq dan ideologi lainya. Sesuai dg kesepakan negara demokrasi perjuangannya melalui partai-partai/parlemen. Dg ideologi Islam bukan berarti Islamisasi, tp bagaimana umat islam memprjuangaankan keyakinannanya dan dilaksanakan untuk umat islam sendiri,sesuai dg uud negara memjamin kebebasan beragama. Kalau aturanya belum ada sesuai dlm hukum positif maka perjuangannya melalui parlen itu dimamana salah satu tugasnya parlemen adalah legislasi(membuat uu), atau melalui mekanisme lain. Kenapa umat islam Harus takut dan ragu dg Partai Islam kalu kita yakin dg agama yg dianut selama ini....?
BalasHapus