Akhir-akhir ini, nama
Hana Tajima Simpson menjadi topik perbincangan di kalangan blogger
Muslimah. Di kalangan para blogger, nama perempuan blasteran
Jepang-Inggris itu dikenal karena gaya berjilbabnya yang unik dan lebih
kasual. Sosok Hana pun telah menghias sejumlah media di Inggris dan
Brazil. Hana yang dikenal sebagai seorang desainer membuat kejutan lewat
produk berlabel Maysaa. Produk yang telah dilempar ke pasaran dunia itu
berupa jilbab bergaya layers (bertumpuk). Melalui label itu, Hana
mencoba memperkenalkan gaya berbusana yang trendi, namun tetap sesuai
dengan syariat Islam di kalangan Muslimah.
Kini, produk busana Muslimah yang diciptakannya itu tengah menjadi tren
dan digandrungi Muslimah di negara-negara Barat. Semua itu, tak lepas
dari kegigihannya dalam mempromosikan Maysaa.
Memeluk Islam
Sebelum mengucap dua kalimat syahadat, Hana adalah seorang pemeluk
Kristen. Ia tumbuh di daerah pedesaan di pinggiran Devon yang terletak
di sebelah barat daya Inggris. Kedua orang tuanya bukan termasuk orang
yang religius, namun mereka sangat menghargai perbedaan. Di tempat
tinggalnya itu tidak ada seorang pun warga yang memeluk Islam.
Persentuhannya dengan Islam terjadi ketika Hana melanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi. “Saya berteman dengan beberapa Muslim saat di
perguruan tinggi,” ujarnya.
Dalam pandangan Hana, saat itu teman-temannya yang beragama Islam
terlihat berbeda. “Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa
mahasiswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi ke
pesta malam di sebuah klub,” tutur Hana. Bagi Hana, hal itu justru
sangat menarik. Terlebih, teman-temannya yang Muslim dianggap sangat
menyenangkan saat diajak berdiskusi membahas materi kuliah. Menurut dia,
mahasiswa Muslim lebih banyak dihabiskan waktunya untuk membaca di
perpustakaan ataupun berdiskusi.
Dari teman-teman Muslim itulah, secara perlahan Hana mulai tertarik
dengan ilmu filsafat, khususnya filsafat Islam. Sejak saat itu pula,
Hana mulai mempelajari filsafat Islam dari sumbernya langsung, yakni
Alquran. Dalam Alquran yang dipelajarinya, ia menemukan fakta bahwa
ternyata kitab suci umat Islam ini lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
“Di dalamnya saya menemukan berbagai referensi seputar isu-isu hak
perempuan. Semakin banyak saya membaca, semakin saya menemukan diriku
setuju dengan ide-ide yang tertulis di belakangnya dan aku bisa melihat
mengapa Islam mewarnai kehidupan mereka (teman-teman Muslimnya-Red),”
ungkapnya.
Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Alquran pada
akhirnya membuat Hana memutuskan untuk memeluk Islam. Tanpa menemui
hambatan, ia pun bersyahadat dengan hanya disaksikan oleh teman-teman
Muslimahnya. “Yang paling sulit saat itu adalah memberitahukan kepada
keluargaku, meskipun aku tahu mereka akan bahagia selama aku juga merasa
bahagia.” ed; heri ruslan
Memilih Berjilbab
Tak semua Muslimah tergerak untuk menutup auratnya dengan jilbab. Namun
bagi Hana Tajima, jilbab adalah identitas seorang Muslimah. Sebagai
seorang mualaf, desainer busana Muslimah yang sedang menjadi pusat
perhatian itu memilih untuk mengenakan jilbab. Seperti halnya saat
memutuskan untuk memeluk Islam, keputusan hana untuk mengenakan jilbab
juga datang tanpa paksaan. “Saya mulai mengenakan jilbab pada hari yang
sama di saat saya mengucapkan syahadat. Ini merupakan cara yang terbaik
untuk membedakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan di masa
depan,” paparnya seperti dikutip dari hijabscarf.blogspot.com.
Keputusannya untuk mengenakan jilbab kontan memancing reaksi beragam
dari orang-orang di sekitarnya, terutama teman dekatnya. Sebelum
mengenakan jilbab, Hana paham betul dengan semua konotasi negatif yang
disematkan kepada orang-orang berjilbab. “Saya tahu apa yang mereka
pikirkan mengenai jilbab, tetapi saya akan bersikap pura-pura tidak
mengetahuinya. Namun seiring waktu, orang-orang di sekitarku kini bisa
bersikap lebih santai manakala melihatku dalam balutan jilbab,” papar
Hana sumringah.
Dalam blog pribadinya Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di
sebuah negara Barat dapat sedikit menakutkan, terutama ketika para mata
di sekitarnya menatap dengan tatapan aneh. Maklum saja, di
negara-negara Barat, sebagian penduduknya telah terjangkit Islamofobia.
Tak sedikit, Muslimah yang mengalami diskriminasi dan pelecehan saat
mengenakan jilbab. Bahkan, di Jerman beberapa waktu lalu, seorang
Muslimah dibunuh di pengadilan karena mempertahankan jilbab yang
dikenakannya.
“Karena itu, mengapa saya ingin menciptakan sesuatu yang akan membantu
para Muslimah di mana pun untuk terus termotivasi mengatasi rasa takut
itu,” ujar Hana.